Narasi Timur- Putusan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, Wari Juniati mengabaikan peran Mantan Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan dan Informatika, Kabupaten Manggarai Timur, Fansi Aldus Jahang dan Mantan Kepala Bidang (Kabid) Perhubungan Darat, Gaspar Nanggar sebagai aktor utama dalam proses pengadaan tanah Terminal Kembur, di Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong pada 2012 silam.
Berdasarkan fakta persidangan yang digelar pada 06 Ferbruari 2023 lalu, terdakwa BAM mengaku dirinya menjadi korban dan tidak tahu-menahu proses pengadaan tanah untuk pembangunan terminal Kembur tersebut.
Baca Juga: perkara tanah terminal kembur bam dan gj korban pemufakatan jahat oknum penegak hukum
“Saya baru mendapatkan SK PPTK pada bulan November 2012, setelah semua proses pengadaan tanah tersebut selesai,” ujar Terdakwa BAM menjawab pertanyaan Penasihat Hukumnya, Hipatios Wirawan.
Terdakwa BAM juga mengaku tidak pernah mengetahui tugasnya sebagai PPTK secara detail.
“Saya tidak tahu apa tugas saya, makanya pada saat ditunjuk menjadi ketua PPTK pengadaan, saya keberatan tapi Pak Gaspar bilang ini perintah dari pa kadis, lalu saya menghadap pa kadis Pak Fansi Jahang untuk menyampaikan keberatan bahwa saya tidak tahu, apa tugas saya sebagai PPTK dan tidak punya pengalaman. Jawaban beliau waktu itu, terima saja adek nanti dibantu oleh pa kabid dan teman-teman,” kata terdakwa BAM.
BAM menambahkan, berdasarkan SK yang diterimanya pada bulan November 2012, PPTK tidak bertugas untuk melakukan penelitian terhadap status tanah yang akan dibeli oleh Pemda Manggarai Timur dari Terdakwa GJ.
“Jujur, pada saat saya diinformasikan secara lisan oleh Pak Kabid, saya tidak tahu sedikit pun tugas saya sebagai PPTK. Tetapi setelah saya membaca SK tersebut ada tiga tugas pokok PPTK dan tidak ada tugas untuk melakukan penelitian status tanah. Saya juga tidak ikut survey. Hanya ikut kepok karena diajak oleh Pak kabid Gaspar Nanggar. Kemudian dokumen yang saya buat, sumber dan formatnya dari Pa Gaspar Nanggar,” tambahnya.
Menurut Terdakwa BAM, ada beberapa tim yang bekerja untuk pengadaan tanah Terminal Kembur, seperti Tim Pengadaan Tanah, Tim Penafsir dan Negosiasi Harga Tanah. Adapun BAM hanya ikut melakukan pengukuran tanah atas perintah atasannya, Gaspar Nanggar.
“Saya melaporkan kepada pa gaspar. Saya dan Pa Soni melaporkan kepada beliau setelah pengukuran tanah. Lalu kemudian, beliau menanyakan dokumen dan mengatakan agar semua dokumen dipastikan sudah ditandatangani. Saya selalu dengan Pa Soni setiap kali menghadap,” jelas BAM.
Terdakwa BAM juga membantah dakwaan jaksa yang menyebutkan dirinya berperan dalam membuat dokumen persyaratan pencairan uang.
“Tidak ada dokumen yang saya buat sendiri, tetapi secara bersama-sama. Sementara contoh jual beli dan contoh berita acaranya didapatkan dari Pa Gaspar Nanggar,” ujarnya menjelaskan.
Terdakwa BAM menyebutkan, bahwa yang mengatur proses pengadaan ini adalah atasannya Pa Gaspar Nanggar dan Tim Pengadaan Tanah serta anggota Tim Penafsir dan negosiasi harga tanah yaitu Yosef Soni. Dirinya hanya mengikuti perintah atasan.
“Yang selalu bersama pak Kabid (Pak Gaspar) lalu Pak Sony dan saya. Sedangkan Pak Ferdi Jerau menyampaikan kepada saya, “Pa Aristo siapkan juga surat undangannya. Sedangkan ibu Maria G.K Arong tidak selalu dengan Pak Kris Anggo dan Benyamin Ndap,” ujar Terdakwa saat ditanya Penasihat Hukum mengenai peran orang-orang yang masuk dalam Tim Pengadaan Tanah dan Tim Penafsir dan Negosiasi Harga Tanah.
Sementara itu, menurut Terdakwa GJ atau penjual tanah, orang yang sering berinteraksi dengan dirinya adalah Yosef Soni dan Gaspar Nanggar.
“Pa Yosef Soni yang antar surat perjanjian jual-beli ke rumah saya, kemudian dia yang membantu saya membuka rekening di bank. Pa Gaspar juga pernah ke rumah Saya. Pa Soni adalah tetangga saya di kampung. Pa Aristo saya kenal pada saat pergi kepok dan ukur. Selain itu untuk urusan lain saya tidak ketemu,” ujar Terdakwa GJ.
Selain itu, dalam persidangan GJ menjelaskan bahwa tanah yang dijualnya kepada Pemda adalah tanah milik sendiri yang diperoleh dari warisan orang tua. Ia menambahkan, pada saat jual-beli tua Adat setempat juga tahu.
“Pada saat jual-beli tanah ke pemda, tua golo tahu karena diberitahukan secara lisan. Tanah itu saya garap sejak tahun 1980 dan itu tanah warisan orangtua. Di sekitar tanah milik saya tidak ada hutan atau tanah Negara. Tanah saya jauh dari hutan dan tidak tidak tanah Negara,” tegas Terdakwa GJ.
Salah satu Hakim anggota kemudian menggali pihak yang berperan besar dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan terminal kembur tersebut. Berikut tanya-jawab hakim dengan terdakwa BAM.
“Intinya Pak Aristo ini kerja atas perintah Pa Gaspar , apa kata pa gaspar ikut saja. Gitu ya?” tanya hakim.
“Benar yang Mulia” jawab Terdakwa.
“Tidak ada inisiatif Anda selaku ketua PPTK sama sekali ya? terkait dengan proyek ini ya, tidak ada dari awal?” tanya hakim lagi.
“Betul yang Mulia,” jawab BAM singkat.
“Namun sayangnya anda tidak tahu proses jual-belinya? Uangnya sudah diterima atau tidak? Mungkin cenderung ke administrasinya ya? Suruh siapkan surat? Begitu ya?” tanya hakim lagi.
“Itu perintahnya yang mulia,” jawab Terdakwa.
“Iya, makanya itu yang anda lakukan. Tidak ada lakukan rapat atau apapun atas inisiatif Anda ya? Semuanya atas perintah Pa Gaspar ya?,” tanya Hakim lagi.
“Iya yang mulia,” jawab Terdakwa.
“Tidak pernah ceritanya anda yang mengajak pimpinan itu?” tanya hakim.
“Benar yang mulia. Beliau yang ajak ketemu pa Gregorius waktu kepok,” jelas BAM.
“Tidak pernah koordinasi dengan Anda,” tanya hakim.
“Iya yang Mulia. Karena semuanya pimpinan saya,” jawab BAM merendah.
“Pa Gaspar ini setahu Anda punya pengalaman terkait pengadaan tanah seperti ini,” tanya Hakim.
“Setahu saya dia pernah terlibat dalam proses pengadaan tanah terminal di kabupaten induk, Kabupaten Manggarai yang Mulia,” jawab BAM.
“Sampai hari ini tidak masalah yang di Manggarai?” tanya hakim.
“Setahu saya tidak ada yang mulia. Aman-aman saja,” jelas BAM.
“Siapa yang menentukan tanah dan harganya? Yang nyari lokasi itu Pa Gaspar?” kata Hakim.
“Siap yang mulia, dan yang tahu pertama kali pa Yosef Soni,” jawab BAM.
Menurut terdakwa BAM, selain dirinya ada PPTK juga yang ditunjuk tahun 2013 untuk proses pengadaan tanah yang sama.
“PPTK tahun 2012 dan 2013 berbeda dengan PPTK tahun 2013. Saya PPTK 2012, tetapi baru mengetahui jabatan tersebut pada bulan November tahun 2012. Sementara PPTK pada tahun 2013 adalah Gaspar Nanggar,” ungkap BAM.
Putusan Hakim
BAM dan Gregorius Jeramu (GJ) selaku pemilik lahan Terminal Kembur dijatuhi hukuman penjara berdasarkan sidang putusan pada Rabu (29/03/2023) lalu.
Selaku PPTK, BAM dinilai bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang. Putusan itu sesuai dakwaan Kejaksaan Negeri Manggarai.
Dalam dakwaan Jaksa, BAM selaku PPTK dianggap tidak cermat atau tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah Terminal Kembur dan menyiapkan dokumen kesepakatan pembebasan lahan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (BAM) yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan serta denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian salah satu amar putusan dari Hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang diperoleh Redaksi Narasitimur.com, Kamis (06/04/2023).
Hal yang sama putusan/vonis hakim terhadap GJ, pemilik lahan terminal kembur. Hakim menilai GJ bersalah atas tindakan pidana sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Untuk itu, GJ dijatuhi hukuman penjara dua (2) tahun dan denda sebesar 100 juta rupiah serta diwajibkan membayar ganti rugi sejumlah Rp402.245.455.00 paling lama selama satu bulan setelah putusan dikeluarkan.
“Menyatakan terdakwa Gregorius Jeramu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama. Menjatuhkan saudara terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda 100 juta rupiah dengan ketentuan apa bila denda tersebut tidak di bayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Terdakwa juga diharuskan membayar ganti rugi sejumlah Rp.402.245.455.00 paling lama selama satu bulan setelah putusan ini dan apabila tidak membayar maka diganti dengan kurungan 1 tahun penjara,” demikian bunyi amar putusan itu.
Hakim Abaikan Pendapat Komnas HAM RI
Sejak penetapan tersangka BAM dan GJ oleh Kejaksaan Manggarai 2022 lalu, kini kasus yang bergulir sekira 10 tahun ini menjadi atensi banyak orang. Bahkan Komnas HAM RI turut menyampaikan pendapat kepada ketua Pengadilan Negeri Kupang c.q Majelis Hakim yang memimpin sidang tersebut.
Ada pun 4 poin permintaan Komnas HAM RI terhadap majelis Hakim yang memutuskan Perkara terminal Kembur yang berlokasi di Borong, kabupaten Manggarai Timur, NTT yakni:
Pertama, Melakukan pemeriksaan atau persidangan secara objektif dengan mempertimbangkan keberadaan, penguasaan turun-temurun, kepentingan, serta perlindungan hak asasi manusia Sdr. Gregorius Jeramu, khususnya hak memperoleh keadilan dan hak atas kesejahteraan, dan hak memperoleh kompensasi yang layak, adil, dan setara dalam konteks pembangunan untuk kepentingan umum.
Kedua, Mempertimbangkan keberatan-keberatan yang disampaikan Pengadu di antaranya penguasaan turun-temurun, kesaksian masyarakat sekitar dan tua adat, konteks adminstrasi pertanahan saat peristiwa terjadi di Kabupaten Manggarai Timur, dan latar belakang profil Sdr. Gregorius Jeramu dalam memperoleh tanah dari lembaga adat setempat yang menjadi bagian dari penguasaan MHA.
Ketiga, Memastikan adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia masyarakat yang telah melakukan pelepasan hak atas tanahnya guna pembangunan untuk kepentingan umum agar dapat mendapatkan kompensasi yang layak, adil, dan setara.
Keempat, Memastikan Pengadu mendapatkan keadilan sebagaimana telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 3 ayat (2); Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 UU HAM, Standar Norma dan Pengaturan Nomor 7 tentang Hak Asasi Manusia atas Tanah dan Sumber Daya Alam, Standar Norma dan Pengaturan Nomor 8 tentang Hak Memperoleh Keadilan SNP Hak atas Keadilan, dan Standar Norma dan Pengaturan Nomor 11 tentang Hak atas Tempat Tinggal yang Layak. (Red/Efren)