Borong, Narasi Timur– Lahan sawah seluas 82 hektar milik petani sawah di Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT tengah dihadapkan pada ancaman serius gagal panen akibat kekeringan panjang.
Hal ini dikarenakan bendungan Wae Reca yang menjadi pusat sekaligus penopang debit air untuk lahan persawahan seluas 82 hektare tersebut ambruk dan jebol sejak tahun 2022 lalu.
Peristiwa ini merupakan kedua kalinya setelah bendungan sebelumnya jebol pada tahun 2021, yang kala itu berhasil diperbaiki.
Dampak ambruknya bendungan ini sangat besar, sebanyak 122 petani yang bergantung pada persawahan tersebut merasakan imbasnya secara langsung.
Mereka juga telah melaporkan situasi ini kepada pemerintah desa setempat, berharap mendapatkan bantuan dan tindakan nyata.
Diketahui, proyek bendungan Wae Reca sendiri telah menghabiskan anggaran lebih dari 20 miliar rupiah dari APBN, dengan tujuan untuk memperbaiki irigasi dan mendukung pertanian di daerah tersebut.
Namun, jebolnya bendungan dan kegagalan dalam mengatasi masalah ini telah mengakibatkan petani di Desa Nanga Labang mengalami kerugian besar.
Kristoforus Palembang, Andry Saje, Adoltu Baharu, dan Baltasar petani sawah yang ditemui media ini, mengeluhkan bahwa mereka harus mengalami penurunan hasil panen yang signifikan.
Kekeringan telah merampas sumber daya yang sangat diperlukan untuk pertanian yang subur. Meskipun mereka telah berupaya menggunakan sisa air dari saluran irigasi wae dingin dan sumur bor, tetapi masih belum mampu memenuhi kebutuhan sawah mereka.
Kristoforus mengungkapkan, bendungan tersebut sudah jebol pada tahun 2022 dan berdampak pada kekeringan, pemerintah belum juga memperbaikinya.
Meskipun telah melaporkan masalah ini secara resmi melalui pemerintah desa, belum ada tindakan yang dilakukan.
“Saat ini, kami hanya mengandalkan air sisa dari saluran irigasi wae dingin. Namun, bahkan tidak semua sawah di wilayah wae reca,” kata kristoforus kepada wartawan pada Selasa (29/8/2023).
Sawah milik Kristoforus, yang berukuran seperempat hektare, telah mengalami kekeringan tiga minggu terakhir akibat kurangnya curah hujan.
Produksi padi yang sebelumnya mencapai 30 karung atau setara dengan 3 ton, kini turun drastis menjadi hanya 12 karung. Di tengah kondisi sulit ini, Kristoforus terpaksa beralih profesi.
“Saat ini, saya pasrah dengan situasi ini. Saya beralih menjadi nelayan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Selain itu, saya juga bekerja sebagai buruh bangunan. Ini adalah nasib yang sulit bagi saya seorang petani,” ujarnya dengan perasaan kecewa.
Andry Saje, seorang petani dengan ukuran sawah 1,4 hektare merasakan dampak yang sama. Produksi padi yang sebelumnya mencapai 34 karung, kini berkurang drastis menjadi 16 karung.
Andry mengungkapkan rasa kecewa dan prihatinnya terhadap lambannya tindakan pemerintah dalam menangani laporan mengenai masalah bendungan Wae Reca.
Efren Polce/Red