Borong, Narasi Timur– Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur memberikan klarifikasi terkait dugaan pungutan liar dan murk up harga barang pada Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L). Tudingan itu disampaikan kelompok Wanita Tani Sedang Mekar Bondo, Desa Watu Mori, Kecamatan Borong pada beberapa waktu lalu.
Sekertaris Dinas Pertanian Manggarai Timur, Ade Manubelu menepis tudingan mark up harga barang dan pungutan liar. Dia menjelaskan pihaknya tidak pernah memungut biaya dari kelompok tani. Apalagi, melakukan penggelembungan harga barang.
Baca Juga: dinas pertanian matim diduga lakukan mark up harga barang program p2l
“Begini, saya tegaskan dari Dinas pernah melakukan hal yang janggal. Secara lembaga kami tidak melakukan hal itu. Apalagi, soal pungli dan mark up itu tidak pernah,” kata Ade saat diwawancarai wartawan di Borong Rabu, 18 Oktober 2023.
Dia menjelaskan, semua kegiatan pembelanjaan atau pendropingan barang tani itu berdasarkan RAB. Kalau pun ada informasi ini itu adalah kesalahpahaman.
Menurutnya, Dinas pertanian tidak pernah menginstruksikan untuk melakukan pungutan liar atau markup harga barang. Karena secara juknis pembelanjaan dilakukan oleh kelompok tani, sedangkan dinas bertugas mendampingi kegiatan yg dilakukan oleh kelompok tani.
Bahkan, kata Ade, utem pembelanjaan barang untuk kegiatan P2L harus sesuai RAB yang sudah disepakati oleh kelompok tani saat sosialisasi dilakukan.
“Kalau pun ada yah itu pasti salah paham. Kalau soal belanja barang itu sudah sesuai RAB,” kata Ade.
Dikonfirmasi, Yulius Eklemis yang adalah staf Dinas Pertanian yang menangani langsung program P2L memberikan klarifikasi terhadap persoalan ini. Dia membantah, jika dirinya disebut bekerja tidak sesuai RAB. Dia mengaku tidak pernah melakukan murk up barang yang dibelanjakan. Karena pembelanjaan sesuai dengan RAB, dengan melihat jumlah saset dan jumlah gram dan jumlah butir.
“Semua item barang yang belum dihantarkan ke pada kelompok tani masih ada di toko. Dan semua itu sudah kami catat. Misalnya Benih dan sarana media tanam lainnya,” ujar Yulius kepada wartawan di Borong.
Dia menjelaskan, Program P2L ini merupakan program dari Pemerintah Pusat dengan total anggaran senilai Rp.75.000.000. Dari jumlah tersebut, yang sudah dicairkan pada tahap pertama sebesar 37.500.000. Sisanya akan dicairkan pada tahap kedua yang saat ini masih dalam proses.
“Pagu Seluruhnya sebesar Rp.75.000.000. Yang sudah dicairkan Tahap satu sebesar Rp.37.500.000. Sehingga masih tersisa Rp.37.500.000 yang belum dicairkan,” kata Yulius.
Yulius merincikan, dari total Rp.37.500.000. Sebanyak Rp.30.000.000 itu sudah distorkan ke toko Dite yang berlokasi di Borong sebagai Mitra, untuk pembelanjaan Benih, Rumah Benih, Peralatan Benih, sarana media tanam, dan Peralatan tanam, pada 30 Mei 2023 lalu.
“Rp30 juta itu ntuk pembayaran pembelanjaan benih, rumah benih, peralatan benih, sarana media tanam, dan Peralatan tanam dengan total sebesar Rp.23.925.000. Sedangkan, ada sejumlah jenis barang lain yang belum diberikan kepada kelompok dengan jumlah harga sebesar Rp.6.075.000,” kata Yulius di Borong.
Dia mengaku, jenis barang dan peralatan yang belum diberikan kepada kelompok tani itu masih ada di toko Dite yang beralamat di Borong. Jenis barang ini akan diberikan pada proses penanaman tahap dua. Atau tahap berikutnya.
“Itu barang memang masih ada di toko. Alasan kenapa tidak diberikan kepada kelompok karena, barang ini harus diberikan pada proses tanam kedua atau tahap berikutnya. Sebab, kalau diberikan sekaligus pada saat itu, barangnya pasti akan kedaluwarsa,” kata Yulius.
Sedangkan, dana Rp.6.500.000 diberikan ke kelompok Wanita Tani Sedang Mekar. Uang tersebut kata Yulius, digunakan untuk pembuatan pupuk kandang atau pupuk kompos, arang sekam, dan tanah top soil. Dan Rp.1.000.000 itu diberikan ke Dinas untuk keperluan administrasi. Misalnya, materai, biaya clearing dari Bank NTT ke Bank BRI.
Sama halnya disampaikan pemilik Toko Dite Yandri Waju. Dia mengatakan, pendropingan barang dan peralatan tani kepada kelompok Wani Tani sedang mekar Bondo sudah berdasarkan RAB. Artinya, tidak ada indikasi mark up harga barang.
Dia membeberkan terkait dengan barang yang belum disalurkan kepada kelompok tani, menurutnya, sejumlah item barang dan peralatan itu masih ada di toko. Dia mengaku dirinya belum menyerah barang dan peralatan tersebut karena dikhawatirkan terjadi kedaluwarsa. Karena barang tersebut digunakan pada proses tanam pada tahap kedua.
“Sehingga masih tersisa Rp.6.075.000. Uang ini digunakan untuk pembelanjaan, benih bayur, poli bak yang berukuran besar, kecil dan Triport. Tetapi, barang ini belum diberikan kepada kelompok tani karena harus ditanam pada tahap berikut. Dan Apabila diberikan sekaligus dari awal, kekhawatirannya ada produk yang kedaluwarsa. Sehingga produk ini kami memberikan kepada kelompok tani pada periode tanam pada tahap kedua supaya tepat,” kata Yandri.
Dia juga menjelaskan, terkait dengan utang kelompok tani. Menurutnya, peralatan dan barang yang dibelanjakan pada tahap kedua sudah diberikan kepada kelompok namun belum dilunasi. Total harga barang dan peralatan ini sebesar Rp.17.280.000. Karena dana tahap kedua masih dalam proses untuk dicairkan.
“Jenis barang banyak. Ada 4 tong air, 1 buah gerobak, 4 buah gembor nyang ukuran 7 liter, 2 lembar terpal 4×5, 3 rol selang, 4 rol mulsa plastik, 4 buah skop injak, 6 buah tofa,4 buah skop pasir, 4 buah pacul, 23 unit gunting rumput, 5 rol waring, 1 unit mesin, supremo 2 liter, hand supraiyer dan 1 buah tandon ukuran 1.110 liter,” kata Yandri.
Efren Polce.